Sosial icon

Read more: http://hzndi.blogspot.com/2012/06/menambahkan-widget-icon-sprite-media.html#ixzz2Drh6nLxy

Wednesday, February 4, 2015

TANDA-TANDA ULAMA AKHIRAT

diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, perpegangannya tentang
ilmunya berdasarkan kepada penglihatan bathin dan diketahuinya dengan
hati yang putih bersih. Tidak kepada lembaran buku dan kitab-kitab dan
tidak pula bertaqlid atas pendengaran dari orang lain. Yang ditaqlidkannya,
sesungguhnya pembawa syari'at suci Nabi Besar Muhammad ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ .
pada yang disuruhnya dan yang diucapkannya. Shahabat-shahabat ra. pun
ditaqlidkannya, dari segi bahwa perbuatan mereka menunjukkan kepada
pendengarannya dari Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
Kemudian, apabila sudah bertaqlid kepada pembawa syari'at suci itu dengan
menerima segala perkataan dan perbuatannya, maka hendaklah berusaha
benar-benar memahami rahasia ajarannya.
Seorang yang bertaqlid (muqallid) berbuat suatu perbuatan karena Nabi ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ berbuatnya. Perbuatannya itu memang harus dan hendaklah
karena suatu rahasia padanya.
Maka seyogialah bahwa dia membahas benar-benar tentang rahasia segala
perbuatan dan perkataan Nabi ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ . Karena kalau dicukupkan saja
dengan menghafal apa yang dikatakan, maka jadilah dia karung ilmu dan
bukanlah seorang yang berilmu.
Karena itulah ada orang mengatakan : si Anu itu karung ilmu. Maka tidaklah
dinamakan orang itu berilmu apabila keadaannya hanya menghafal saja,
tanpa memperhatikan hikmah dan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Orang yang tersingkap dari hatinya tutup dan memperoleh nur hidayah,
maka jadilah dia seorang yang diikuti dan ditaqlidkan. Maka tidak seyogialah
dia bertaqlid kepada orang lain.
Karena itulah berkata Ibnu Abbas ra. :
"Tiada seorangpun, melainkan diambil dari ilmunya dan ditinggalkan selain
Rasulullah ﻯ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ...… (
Ibnu Abbas itu mempelajari fiqih pada Zaid bin Stabit dan membaca Al-
Qur'an pada Ubai bin Ka'ab. Kemudian dia berselisih dengan Zaid dan Ubai
tentang fiqih dan tentang pembacaan Al-Qur'an. Berkata setengah ulama
salaf : "Apa yang datang kepada kami dari Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ . kami
terima di atas kepala dan penuh perhatian dari kami. Dan apa yang datang
kepada kami dari para shahabat ra. ada yang kami ambil dan ada yang kami
tinggalkan. Dan apa yang datang dari para tabi'in, maka mereka itu laki-laki
dan kamipun laki-laki".
Dianggap lebih para shahabat itu, karena mereka melihat dengan mata
sendiri hal-ikhwal Rasulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ . Dan hati mereka terikat kepada
hal-ikhwal itu yang diketahui dengan qarinah (tanda-tanda). Lalu membawa
mereka kepada yang benar, dari segi tidak masuk dalam riwayat dan ibarat.
Karena telah melimpahlah nur kenabian kepada mereka, yang menjaga dari
kesalahan dalam banyak hal.
Apabila berpegang kepada yang didengar dari orang lain itu taqlid yang
tidak disukai, maka berpegang kepada kitab-kitab dan karang-an-karangan
adalah lebih jauh lagi. Bahkan kitab-kitab dan karang-an-karangan itu
adalah barang baru yang dibuat.
Sedikitpun tak ada daripadanya pada masa shahabat dan tabi'in yang
terkemuka. Tetapi datangnya adalah sesudah seratus dua puluh tahun dari
Hijrah Nabi ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ . dan sesudah wafat seluruh shahabat dan
sebahagian besar dari tabi'in dan sesudah wafat Sa'id bin Al-Musayyab, Al-
Hasan dan para tabi'in yang pilihan. Bahkan ulama-ulama yang mula-mula
dahulu,tidak menyukai kitab-kitab hadits dan penyusunan kitab-kitab.
Supaya tidaklah manusia itu sibuk dengan buku-buku itu, dari hafalan,dari
Al-Qur'an, dari pemahaman dan dari peringatan. Mereka itu mengatakan :
"Hafallah sebagaimana kami menghafal!".
Karena itulah, Abu Bakar dan segolongan shahabat Nabi saw. tidak
menyetujui penulisan Al-Qur'an (mengkodifikasikan), dalam suatu mashaf.
Mereka berkata : "Bagaimana kita membuat sesuatu yang tidak diperbuat
Nabi ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ?".
Mereka itu takut nanti manusia itu berpegang saja pada mashaf-mashaf
dengan mengatakan : "Kita biarkan Al-Quran, yang diterima oleh mereka
dari tangan ke tangan, dengan dipelajari dan dibacakan, supaya menjadi
pekerjaan dan cita-cita mereka". Sehingga Umar ra. dan lain-lain shahabat
menunjukkan supaya Al-Qur'an itu ditulis, karena takut disiasiakan orang
nanti dan malasnya mereka. Dan menjaga agar tidak menimbulkan
pertikaian di belakang hari. Karena tidak diperoleh yang asli yang menjadi
tempat pemeriksaan dari kekeliruan, baik kalimatnya atau bacaan-nya.
Mendengar alasan-alasan tadi, maka terbukalah hati Khalifah Abu Bakar.
Maka dikumpulkanlah Al-Qur'an itu dalam suatu mashaf.
Imam Ahmad bin Hanbal menentang Imam Malik karena dikarang-nya kitab
Al-Muath-tha\ Ahmad berkata : "Tuan ada-adakan yang tidak dikerjakan
para shahabat ras".
Kata orang, kitab yang pertama dikarang dalam Islam ialah Kitab Ibnu Juraij
tentang atsar m dan huruf-huruf tafsir dariMujahid, At ha' dan teman-
teman Ibnu Abbas ra. di Makkah.
Kemudian muncul kitab Ma'mar bin Rasyid Ash-Shan'ani di Ya-man.
Dikumpulkan di dalamnya sunnah yang dipusakai dari Nabi saw.
Kemudian lahir Kitab Al-Muattha' di Madinah karangan Imam Malik bin
Anas. Kemudian Kitab Jami' karangan Sufyan Ats-Tsuri.
Kemudian pada abad keempat hijriyah, muncullah karangan-karangan
tentang ilmu kalam. Lalu ram ail ah orang berkecimpung dalam
pertengkaran dan tenggelam di dalam membatalkan kata-kata.
Kemudian tertariklah hati manusia kepada ilmu kalam, kepada kisah-kisah
dan memberi pengajaran dengan mengambil bahan dari kisah-kisah tadi.
Maka sejak masa itulah merosot ilmu yakin (ilmul-yaqin). Sesudah itu, lalu
dipandang ganjil ilmu hati, pemerik-saan sifat-sifat jiwa dan tipu daya
setan.
Orang tidak memperhatikan lagi kepada ilmu-ilmu tadi selain sedi-kit-
sekali. Lalu orang-orang yang suka bertengkar dalam ilmu kalam, dinamai
'alim. Tukang ceritera yang menghiasi kata-katanya dengan susunan yang
berirama, dinamai 'alim.
Ini disebabkan karena orang awwamlah yang mendengar syarahan dan
ceritera orang-orang tadi. Lalu tidak dapat membedakan antara ilmu yang
sebenarnya dan ilmu yang tidak sebenarnya. Perjalanan shahabat dan ilmu
pengetahuan shahabat-shahabat ra. itu tidak terang pada orang awwam.
Sehingga mereka dapat mengenai perbedaan antara para shahabat itu dan
orang-orang yang disebut 'alim.
Maka terus-meneruslah nama ulama melekat pada orang-orang itu dan
dipusakai dari salaf kepada khalaf (ulama-ulama pada masa terakhir). Dan
jadilah ilmu akhirat itu terpendam dan lenyaplah perbedaan antara ilmu dan
bicara, selain pada orang-orang tertentu.
Orang-orang yang tertentu itu (al-khawwash) apabila ditanyakan : "Si
Anukah yang lebih berilmu ataukah si Anu?", lalu menjawab : "Si Anu lebih
banyak ilmunya dan si Anu lebih banyak bicaranya".
Jadi, orang-orang al-khawwash mengetahui perbedaan antara ilmu dan
kemampuan berbicara.
Begitulah, maka agama itu menjadi lemah pada abad-abad yang lampau.
Maka bagaimana pula persangkaan anda dengan zaman anda sekarang?.
Sudah sampailah sekarang, bahwa orang yang suka mengecam perbuatan
munkar, dituduh gila. Jadi yang baik sekarang, ialah orang bekerja untuk
dirinya sendiri dan diam.

BY
Ruhul Mustofa Alhusaini