Sosial icon

Read more: http://hzndi.blogspot.com/2012/06/menambahkan-widget-icon-sprite-media.html#ixzz2Drh6nLxy

Tuesday, January 15, 2013

WAWASAN AL-QUR'AN TENTANG MANUSIA



A.       PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sabagai petunjuk untuk segenap umat manusia. Melalui kitab suci inilah, Allah SWT menyempurnakan ajaran Islam sebagai Agama yang diridhai di sisi-Nya. Al-Quran memuat petunjuk dalam segenap aspek kehidupan manusia. Sisi-sisi ayat Al-Quran tidak hanya  terkait masalah ukhrawi tetapi juga  banyak menyinggung mengenai   problematika kehidupan khusunya pada diri manusia sendiri. Banyak ayat Al-Quran yang megisyaratkan peningkatan taraf manusia untuk mancapai Insan Kamil.
Menurut Abu A’la Maududi dalam karya besarnya “The Meaning of the Quran” bahwa pokok pembicaraan Al-Quran adalah manusia. Karangan yang lain “The Basic Principles of Understanding Al-Quran”, sebuah karya Ulama dan pemikir Islam Pakistan menyatakan juga bahwa tema sentral pembicaraan Al-Quran adalah manusia sendiri.[1] Keterangan ini menunjukkan ayat-ayat Al-Quran lebih banyak menyinggung manusia mengingat peran penting mereka sebagai  khalifah dimuka bumi.
Pemahaman tentang manusia merupakan bagian dari kajian filsafat. Usaha dan upaya dalam berbagai  kajian ini telah  telah  banyak  dicurahkan  untuk membahas tentang manusia. Walaupun demikian, hakikat dari  manusia masih menjadi  misteri yang belum terselesaikan. Kita hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu pada diri manusia. Menurut Quraish Shihab,  keterbatasan  pengetahuan  manusia  tentang  dirinya itu disebabkan oleh beberapa hal berikut:[2]
1)   Pembahasan tentang masalah manusia terlambat dilakukan karena pada mulanya perhatian manusia hanya tertuju pada alam materi,
2)   Ciri khas akal manusia lebih cenderung memikirkan hal-hal yang tidak kompleks, dan
3)   Kehidupan manusia dihadapkan dengan masalah yang multikompleks.
Menurut Husein Aqil Munawwar, selain faktor diatas ialah keterbatasan pengetahuan para ilmuan untuk menjangkau segala aspek yang terdapat dalam diri manusia. Lebih lanjut mengatakan bahwa manusia sebagai makhluk Allah yang istimewa memang memiliki latar belakang kehidupan yang penuh rahasia.[3] Terkait hal ini, Agamawan berkomentar bahwa demikian itu disebabkan manusia adalah satu-satunya makhluk yang dalam unsur penciptaannya terdapat ruh Ilahi.
Walaupun demikian, usaha untuk mempelajari diri kita sendiri tidak berhenti begitu saja. Banyak sumber yang mendukung untuk mempelajari manusia. Diantara sumber yang paling tinggi adalah Kitab Suci Al-Qur’an. Oleh karena itu, penulis melalui Makalah ini menguraikan secara sederhana mengenai Wawasan Al-Quran tentang Manusia yang kami sajikan dari beberapa sumber.
B.       ISTILAH MANUSIA DALAM AL-QURAN
Menurut Quraish Shihab,  Ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia, yaitu:[4]
1)   Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif (أ), nun (ن), dan sin (س) semacam insan (إنسان), ins (إنس), nas (ناس), atau unas (أناس),
2)   Menggunakan kata basyar (بشر), dan
3)   Menggunakan kata Bani Adam (بني آدم) dan zuriyat Adam (ذرّيّة آدم).
Secara rinci, uraian dari masing-masing istilah diatas dapat dilihat sebagai berikut:
a)   Konsep Insan (إنسان)
kata insan (إنسان)  terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Ada   pula  yang  mengaitkan  kata  insan  dengan  nasiya   yang  berarti   lupa. Misalnya  Ibnu Abbas yang mengungkapkan bahwa manusia itu disebut insan karena ia sering lupa kepada janjinya. Namun dari sudut pandang Al-Quran, pendapat yang mengatakan Insan terambil dari kata Uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak adalah lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata Nasiya (lupa) dan Nasa-Yanusu (berguncang).[5]
Dalam Al-Qur’an, kata insan disebut sebanyak 61 kali. Kata insan di dalam kebanyakan konteks pembicaraanya dalam Al-Quran lebih mengarah kepada arti manusia dengan  sifat  psikologisnya.[6] Makna ini dapat dilihat dalam ayat berikut:
وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَكَفُورٌ مُبِينٌ ﴿الزخرف : ۱٥﴾
Artinya:
“Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya . Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah). (QS. Az-Zukhruf : 15)
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ﴿الفجر : ۱٥﴾
Artinya:
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. (QS. al-Fajr : 15)
Menurut  Quraish Shihab, kata insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa  dan raga. Bahkan Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insan inilah yang membawa manusia sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi, menerima beban dan amanat kekuasaan.[7]
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi.[8] Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa ilmu pengetahuan, kesenian, ataupun benda-benda ciptaan.  Kemudian  melalui  kemampuan  berinovasi,  manusia  mampu  merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
b)   Konsep Ins (إنس)
Kata ins (إنس) merupakan salah satu turunan dari kata anasa (أنس). Kata ini juga sering pula diperhadapkan dengan kata al-jinn (الجن). Misalnya dalam beberapa ayat berikut:
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا ﴿ الإسراء : ۸۸﴾
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ﴿الأنعام : ۱۱۲﴾
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا ﴿ الجن : ٦﴾
Kedua jenis kata ini (الإنس والجن) tentu sangat bertolak belakang bahwa yang yang pertama bersifat nyata (kasat mata), sedangkan yang kedua bersifat tersembunyi. Ada sebanyak 17 kali Allah menyebutkan kata al-ins yang disandingkan dengan al-jinn atau jan. Dalam pemakaiannya, kata ins dalam Al-Quran mengarah kepada jenis dan menunjukkan manusia sebagai nomina kolektif. Secara keseluruhan, penyebutan al-Ins dalam Al-Quran sebanyak 22 kali.[9] Pendapat lain menyebutkan, sisi kemanusiaan  pada  manusia yang disebut dalam  al-Qur’an dengan kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau “tidak biadab” merupakan kesimpulan yang jelas bahwa manusia yang nampak itu merupakan kebalikan dari jin yang bersifat metafisik dan identik dengan liar atau bebas.[10]
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam konsep al-ins yang berarti manusia selalu di posisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas. Kata ini mengandung makna bersifat halus dan tidak biadab. Adapun Jin adalah makhluk bukan manusia yang hidup di alam yang tak terinderakan.

c)    Konsep Nas (ناس)
Konsep al-Nas (ناس) pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial.[11] Tentunya sebagai makhluk sosial, manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri Karena manusia tidak bisa hidup sendiri.
Asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa) kemudian berkembang menjadi masyarakat. Dengan kata lain, adanya pengakuan terhadap spesis di dunia ini menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-Naas. Mengenai asal kejadian keturunan umat manusia, dijelaskan dalam ayat berikut:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿ النساء : ۱﴾
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. an-Nisa’ : 1)
d)   Konsep Unas (أناس)
Kata unas  (أناس), seperti halnya kata ins terdiri dari tiga huruf yang berarti manusia. Dari sini pula terbentuk kata anasiyyu (أناسي). Pemakaian kata ini dalam ayat-ayat Al-Quran selalu menunjukkan kepada sejumlah manusia sehingga mengandung makna suku atau kabilah. Kata ini ditemukan sebanyak 5 kali dalam Al-Quran yaitu QS. Al-Baqarah : 60; QS. Al-A’raf : 82, 160; QS. Al-Isra’ 71; dan QS. An-Naml : 56.[12] Lebih lanjut, teks ayatnya dapat diperhatikan dibawah ini:
وَإِذِ اسْتَسْقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِن رِّزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ ﴿ البقرة : ٦٠﴾
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.(QS. al-Baqarah : 60)
e)    Konsep Basyr (بشر)
Kata Basyr (بشر) bermakna pokok tampaknya sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama, lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.[13] Oleh karena itu, kata basyar dalam Al-Quran secara khusus merujuk kepada tubuh dan lahiriah manusia.
Al-Quran menggunakan kata ini sebanyak 37, yaitu 36 kali dalam bentuk mufrad dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Dalam pengertian ini, dapat kita temukan dalam QS. Al-Kahfi 110:
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ  أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ ﴿ الكهف : ۱۱٠﴾
Artinya:
Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. (QS. al-An’am : 110)
            Pada konteks lain, ayat-ayat Al-Quran yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.[14] Hal ini ditegaskan di dalam QS. Al-Rum : 20:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنتُم بَشَرٌ تَنتَشِرُونَ ﴿ الروم : ۲٠﴾
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak”. (QS. ar-Ruum : 20)
Sejalan dengan  keterangan  diatas, maryam mengungkapkan keherananya “bagaimana mungkin aku memperoleh anak padahal belum pernah disentuh oleh basyar, yakni manusia dewasa yang mampu melakukan hubungan seksual”.[15] Keterangan ini ditegaskan dalam QS. al-Imran : 47:
قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ ﴿ آل عمران : ٤٧﴾
Artinya:
“Maryam berkata: ‘Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”. QS. al-Imran : 47)
            Disamping itu, ditemukan pula kata basyiruhunna (بَاشِرُوهُنَّ) yang juga berakar dari kata basyara (بشر) dengan arti hubungan seksual. Kata ini disebutkan dua kali di dalam satu ayat, yakni QS. al-Baqarah : 187.[16]
f)    Konsep Bani Adam (بني آدم) dan Zurriyat Adam (ذرّيّة آدم)
Adapun kata bani adam (بني آدم) dan zurriyat Adam (ذرّيّة آدم), yang berarti anak Adam atau keturunan Adam digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Dalam Al-Qur’an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat.[17] Penggunaan kedua kata ini dapat dilihat dibawah ini:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ﴿ الأعراف: ۳۱﴾
Artinya:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. al-Baqarah : 31)
 أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا ﴿ مريم: ٥۸﴾
Artinya:
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.(QS. al-Baqarah : 58)
Menurut Thabathaba’i dalam Samsul Nizar (2001: 52), penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum. Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
1)   Anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya adalah dengan berpakaian guna manutup aurat,
2)   Mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu setan yang mengajak kepada keingkaran,
3)   Memanfaatkan  semua yang ada di alam semesta dalam rangka  ibadah dan  mentauhidkan-Nya. Kesemuanya itu adalah merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam dibanding makhluk-Nya yang lain.
Lebih lanjut, Jalaluddin mengatakan konsep Bani Adam dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada penghormatan kepada nilai-nilai kemanusian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manusia dalam konsep Bani Adam adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada perbedaan sesamanya yang juga mengacu pada nilai penghormatan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta mengedepankan HAM.[18] Adapun yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Pencipta. Sebagaimana yang diutarakan dalam QS. Al-Hujarat: 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿ الحجرات: ۱۳﴾
Artinya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. al-Hujurat : 13)
C.       PENCIPTAAN MANUSIA DALAM AL-QURAN
Al-Quran telah memberikan informasi kepada kita bahwa Allah SWT menciptakan manusia dari materi dan roh. Unsur materi dan roh pada manusia  tidak bisa dijadikan terpisah atau berdiri sendiri satu sama lain, tetapi keduanya berpadu secara bersamaan dalam satu kesatuan yang saling melengkapi dan harmonis. Dari perpaduan yang saling melengkapi dan harmonis ini, terbentukah diri manusia dan kepribadiannya.

a)   Produksi dan Reproduksi Manusia
Al-Quran menguraikan produksi dan reproduksi pada manusia. Ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama, al-Quran menunjuk kepada Sang Pencipta dengan menggunakan pengganti nama berbentuk tunggal.[19] Hal ini seperti diungkapkan dalam beberapa ayat berikut:

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ ﴿ ص: ٧۱﴾
Artinya:

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”.(QS. Shad : 71)
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ ﴿ ص: ٧٥﴾
Artinya:

Allah berfirman: Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?. (QS. Shad : 75)
Adapun ayat-ayat al-Quran jika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha pencipta ditunjuk dengan menggunakan bentuk jamak. Perhatikan ayat berikut:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ﴿ التين: ٤﴾
Artinya:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. at-Tin : 4)
Keterangan diatas menunjukkan perbedaan proses kejadian manusia secara umum dan proses kejadian Adam a.s. Penciptaan manusia secara umum, melalui prosses keterlibatan tuhan bersama selain-Nya, yaitu ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan bapak mempunyai pengaruh menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, sedangkan dalam penciptaan adam tidak terdapat keterlibatan pihak lain termasuk ibu dan bapak.[20] Hal serupa dalam penciptaan Nabi Isa a.s yang tidak melibatkan seorang bapak. Keterangan ini termaktub dalam ayat berikut:
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ ﴿ آل عمران: ٥٩﴾
Artinya:

“Sesungguhnya misal (penciptaan) 'Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah dia”. (QS. al-Imran : 59)
b)   Penciptaan Awal Manusia
Secara sederhana dapat kita sebut bahwa asal-usul manusia dari tanah. Adam diciptakan dari tanah, sementara anak cucunya dari saripati (ekstrak) tanah yang terkandung dalam  spermatozoa dan ovum. Allah SWT telah mengemukakan fase-fase penciptaan manusia di beberapa tempat berbeda pada al-Quran. Disatu tempat, Allah SWT menyatakan bahwa dia menciptakan Adam dari tanah. Pada tempat lainnya dari tanah lumpur, yaitu campuran tanah dan air. Di tempat lain dari tanah liat yang dibentuk, yaitu tanah yang berubah karena pengaruh cuaca. Disisi lain diungkapkan dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang dapat dibentuk, yaitu lumpur yang kering dan bisa mengeluarkan suara berdenting bila diketok. Kemudian pada tempat lainnya lagi, dari tanah kering seperti tembikar, yaitu tanah yang benar-benar telah kering sebagaimana yang terjadi ketika mengubah tanah menjadi tembikar melalui pembakaran.
Proses diatas diterjemahkan dari beberapa term yang digunakan Al-Quran, yaitu Turab (تُرَاب), Tin (طِين), hama’in masnun  (حَمَإ مَسْنُون), dan salsal (صَلْصَال). Term-term ini dalam bahasa arab memiliki makna berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa unsur-unsur tersebut mengalami suatu proses kreatif kemudian ditiupkannya padanya roh dari ciptaan Allah sehingga menjadi bentuk yang sama sekali berbeda dengan unsur awalnya.[21]
Keempat term yang mengandung unsur tanah yang dsebut oleh al-Quran dapat dicermati dalam ayat-ayat dibawah ini:[22]
Ø Term Turab (تُرَاب)

Term Turab (تُرَاب), diartikan sebagai sebagai tanah atau partikel debu tanah. Kata ini dalam  kaitannya  dengan  penciptaan  manusia dapat  ditemukan pada QS. al-Imran : 59; QS. al-Kahfi : 37, QS. al-Hajj : 5; QS. ar-Rum : 20; QS. Fatir : 11; QS. Gafir : 67. Salah satu diantara ayat-ayat itu adalah sebagai berikut:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوَاجًا وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلَّا فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ ﴿ فاطر: ۱۱﴾
Artinya:
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah”. (QS. Fatir : 11)
Ø Term Tin (طِين)
Term tin yang diartikan  sebagai tanah liat atau  ekstrak tanah  liat dijumpai dalam QS.  al-Maidah : 110,  QS. al-An’am : 2, QS. al-A’raf : 12, 17, 61, QS.  al-Mu’minun : 12, as-Sajadah : 7, QS. Shad : 71, 76. Salah satu ayat yang jelas-jelas menyatakan penciptaan awal manusia dari tanah liat adalah:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ ﴿ السجدة: ٧﴾
Artinya:
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah”. (QS. as-Sajadah : 7)
Ø Hama’in masnun  (حَمَإ مَسْنُون)
Term hama’in masnun dimaknai sebagai lumpur hitam yang pekat. Kata ini dijumpai dalam ayat ke-26, 28 dan 33 dari surah al-Hijr yang semuanya berhubungan dengan proses penciptaan manusia. Proses pada tahap hama’in masnun  merupakan  proses transisi  antara tin dan salsal. Surah al-Hijr : 26 menjelaskan sebagai berikut:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ ﴿الحجر: ۲٦﴾

Artinya:

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”. (QS. al-Hijr : 26)

Ø Salsal (صَلْصَال)
Term salsal yang diartikan tembikar kering sebelum proses pembakaran. Seperti disebutkan dalam ayat berikut:
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِن صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ ﴿الرحمن: ۱٤﴾
Artinya:

“Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar”. QS. ar-Rahman : 14)
Ketika proses awal penciptaan manusia secara fisik sampai pada tahap salsal, Allah meniukan roh padanya sehingga terciptalah manusia secara utuh.[23]  Penjelasan ini ditegaskan di dalam surah al-Hijr : 28-29 sebagai berikut:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ ﴿ الحجر: ۲۸-۲٩﴾
Artinya:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (QS. al-Hijr : 28-29).
c)    Penciptaan Keturunan Adam
Setelah proses penciptaan manusia pertama yang unik, lahirlah anak cucu yang berkembang biak dari generasi ke generasi. Surah an-Nisa’ ayat 1 menjelaskan tentang ini:  
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿ النساء : ۱﴾
Artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. an-Nisa’ : 1)
Manusia keturunan adam (bani/zurriyat adam) beregenerasi dengan pola pertemuan antara sel laki-laki dan sel perempuan. Setelah pertemuan ini terjadilah pembuahan yang kemudia berproses menjadi janin. Pertumbuhan dan perkembangannya diterangkan dengan sangat jelas di dalam al-Quran. Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan hal ini, dua diantaranya sangat terperinci. Masing-masing surah al-Mu’minun ayat 12 sampai ayat 14 dan surah al-Hajj ayat 5. Berikut uraian surah al-Mu’minun ayat 12-14:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ ﴿١٢﴾ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ﴿١۳﴾ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ ﴿١٤﴾
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan  manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian  Kami  jadikan  saripati   itu  air  mani (yang disimpan)  dalam  tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air  mani itu Kami   jadikan  segumpal darah, lalu segumpal darah  itu  Kami  jadikan segumpal daging,  dan  segumpal  daging  itu   Kami  jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. (QS. al-Mu’minun : 12-14)
Secara komprehensif, Umar Shihab memaparkan bahwa proses penciptaan manusia terbagi ke dalam beberapa fase kehidupan sebagai berikut.[24]
1)   Fase awal kehidupan manusia berupa tanah. Manusia berasal dari tanah disebabkan oleh dua hal yaitu manusia adalah keturunan Nabi Adam a.s. yang diciptakan dari tanah dan sperma atau ovum yang menjadi cikal bakal manusia bersumber dari saripati makanan yang berasal dari tanah,
2)   Saripati makanan yang berasal dari tanah tersebut menjadi sperma atau ovum, yang disebut oleh Al-Qur’an dengan istilah nutfah,
3)   Kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga berubah menjadi embrio (‘alaqah),
4)   Proses selanjutnya, embrio tersebut berubah menjadi segumpal daging (mudghah),
5)   Proses ini merupakan kelanjutan dari mudghah. Dalam hal ini, bentuk embrio sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi tulang belulang (‘idzaam),
6)   Proses penciptaan manusia selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah),
7)   Proses peniupan ruh. Pada fase ini, embrio sudah berubah menjadi bayi dan mulai bergerak, dan
8)   Setelah sempurna kejadiannya, akhirnya lahirlah bayi tersebut ke atas dunia.

D.       POTENSI MANUSIA DAN PERGULATAN PSIKOLOGIS
Al-Quran banyak menyinggung mengenai sifat-sifat dan potensi manusia. Dalam hal ini, ditemukan sekian ayat yang memuji dan memuliakan manusia. Seperti pernyataan tentang terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya (QS. at-Tin : 5), penegasan  tentang  dimuliaknnya  makhluk  ini  dibandingkan  dengan  kebanyakan makhluk-makhluk Allah yang lain (QS. al-Isra’ : 70). [25] Kedua ayat ini dapat diperhatikan dibawah ini:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ﴿ التين: ٤﴾
Artinya:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. at-Tin : 4)
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا ﴿ الإسراء: ٧٠﴾
Artinya:

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. al-Isra’ : 70)
            Namun pada sisi lain, manusia sering pula mendapat celaan Tuhan karena ia amat aniaya dan mengingkari nikmat (QS. Ibrahim : 34), sangat banyak membantah (QS. al-Kahfi : 54), dan bersifat keluh kesah lagi kikir (QS. al-Ma’arij : 19) serta masih banyak lagi lainnya. Beberapa ayat yang disebutkan diatas, redaksinya dapat dilihat dibawah ini:
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ ﴿ إبراهيم: ۳٤﴾
Artinya:

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni'mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni'mat Allah)”. (QS. Ibrahim : 34)
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا ﴿ الكهف: ٥٤﴾
Artinya:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Qur'an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”. (QS. al-Kahfi : 54)
            Menurut Quraish Shihab, ini bukan berarti bahwa ayat-ayat al-Quran saling bertentangan satu dengan lainnya. Akan tetapi, ayat tersebut menunjukkan beberapa kelemahan manusia yang harus dihindarinya. Disamping itu, menunjukkan bahwa makhluk ini mempunyai potensi untuk menempati tempat tertinggi sehingga ia terpuji atau berada ditempat yang rendah sehingga ia tercela.[26]
            Sesungguhnya dalam kepribadian manusia terkandung sifat-sifat hewan yang tampak dari kebutuhan-kebutuhan fisik yang mesti dipenuhi demi menjaga diri dan kelangsungan hidup. Selain itu, dalam kepribadian manusia juga terkandung sifat-sifat malaikat yang tergambar dari kerinduan spritualnya untuk mengenal, beriman, beribadah dan bertasbih kepada Allah SWT.[27] Al-Quran menunjukkan aspek pergulatan psikologis tentang aspek materi dan rohani pada beberapa tempat. Misalnya, ketika Qarun menemui kaummnya dengan mengenakan perhiasaannya. Ini menjadikan sebagian orang  berangan-angan memiliki kekayaan seperti Qarun. Akan tetapi, sebagian lainnya menolak dengan alasan bahwa yang ada pada Allah SWT itu lebih baik dan lebih langgeng.
            Pergulatan  antara  aspek  materi  dan  rohani pada  manusia  diisyartkan  pula  oleh al-Quran saat menggambarkan  beberapa kaum muslimin yang bubar disekeliling nabi SAW ketika mendengar berita tibanya para kafilah yang penuh dengan barang-barang ke Madinah.
وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ ﴿ الجمعة: ۱۱﴾
Artinya:

“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki”. (QS. al-Jumu’ah : 11)
Jadi, dalam sifat penciptaan manusia terdapat kesiapan untuk melakukan kebaikan atau  keburukan. Kesiapan  untuk  memperturutkan  hawa nafsu, tenggelam  dalam  kesenagan duniawi  atau  semacamnya. Selain itu,  terdapat  juga kesiapan untuk menaiki ufuk  kemulian dan ketakwaan, meraih ketenangan, memperoleh  manisnya iman dan sebagainya. Pembawaan manusia yang mengandung pergulatan antara kebaikan dan keburukan atau keutamaan dan kehinaan adalah sangat alamiah. Ujian sesungguhnya bagi manusia dalam kehidupannya ialah apa yang akan dituju oleh kemauannya dan apa yang akan ditimbulkan oleh pilihannya.
Wallahu A’lam bi as-Shawab !!!
            DAFTAR PUSTAKA


Hanafi , Muchlis., (ed.). Spiritualitas dan Akhlak “Tafsir Tematik Al-Quran”, Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2010
Jalaluddin. Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003
Najati, Muhammad Utsman. Psikologi dalam Al-Quran : Terapi Qur’ani dalam pemyembuhan Gangguan Kejiwaan, Bandung : CV Pustaka Setia, 2005
Rahardjo, M. Dawam., (ed.). Insan Kamil : Konsepsi Manusia Menurut Islam, Jakarta : Pustaka Grafitipers, 1987
Ro’uf, Abdul Mukti. Manusia Super, Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2008
Sahabuddin., (ed.). Ensiklopedi Al-Quran : Kajian Kosakata, Jakarta : Lentera Hati, 2007
Shihab, Muhammad Quraish. Wawasan Al-Quran : Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007
Syati, Aisyah Bintu. Manusia Dalam Perspektif AL-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1955



[1] M. Dawam Rahardjo, “Bumi, Manusia dalam Al-Quran” dalam Insan Kamil : Konsepsi Manusia Menurut Islam, (Jakarta : Pustaka Grafitipers, 1987), Cet. II, Hal 211
[2] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), Cet. I, Hal. 365-366
[3] Jalaluddin. Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Hal. 11
[4] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), Cet. I, Hal. 367
[5] Sahabuddin., (ed.). Ensiklopedi Al-Quran : Kajian Kosakata, (Jakarta : Lentera Hati, 2007), Cet. I, Hal. 1040
[6] Ibid, Hal 1040
[7] Aisyah Bintusy Syati, Manusia Dalam Perspektif AL-Qur’an,  (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1955),  Hal. 14
[8] Jalaluddin. Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Hal. 23
[9] Sahabuddin., (ed.). Ensiklopedi Al-Quran : Kajian Kosakata, (Jakarta : Lentera Hati, 2007), Cet. I, Hal. 1040
[10] Aisyah Bintusy Syati, Manusia Dalam Perspektif AL-Qur’an,  (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1955),  Hal. 5
[11] Jalaluddin. Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Hal. 24
[12] Sahabuddin., (ed.). Ensiklopedi Al-Quran : Kajian Kosakata, (Jakarta : Lentera Hati, 2007), Cet. I, Hal. 1040-1041
[13] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), Cet. I, Hal. 367
[14] Ibid, Hal. 368
[15] Sahabuddin., (ed.). Ensiklopedi Al-Quran : Kajian Kosakata, (Jakarta : Lentera Hati, 2007), Cet. I, Hal. 1040-1041
[16] Sahabuddin., (ed.). Ensiklopedi Al-Quran : Kajian Kosakata, (Jakarta : Lentera Hati, 2007), Cet. I, Hal. 1040-1041
[17] Abdul Mukti Ro’uf. Manusia Super, (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2008.), Hal. 39
[18] Jalaluddin. Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Hal. 27
[19] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), Cet. I, Hal. 369
[20] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), Cet. I, Hal. 370
[21] Hanafi , Muchlis., (ed.), Spiritualitas dan Akhlak “Tafsir Tematik Al-Quran”, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2010), Cet. I, Hal. 39
[22] Hanafi , Muchlis., (ed.), Spiritualitas dan Akhlak “Tafsir Tematik Al-Quran”, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2010), Cet. I, Hal. 39-40
[23] Hanafi , Muchlis., (ed.), Spiritualitas dan Akhlak “Tafsir Tematik Al-Quran”, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2010), Cet. I, Hal. 40
[24] Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2005), hlm. 105-106.
[25] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), Cet. I, Hal. 372
[26] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007), Cet. I, Hal. 372
[27] Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Quran : Terapi Qur’ani dalam pemyembuhan Gangguan Kejiwaan, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2005), Cet. I, Hal364